Jakarta | Acehtraffic.com - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan dilakukan April 2012 membuat resah warga miskin. Bahkan warga hampir miskin juga tidak akan mendapatkan kompensasi bantuan langsung tunai (BLT).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Depok, Khamid Wijaya kahwatir kenaikan harga BBM bakal membuat daya beli masyarakat miskin anjlok. Warga hampir miskin akan terancam menjadi miskin. "68.611 warga hampir miskin itu akan jadi miskin, daya beli masyarakat terutama masyarakat miskin itu bisa terancam ketika kebijakan menaikkan harga BBM ini tidak dilakukan secara komprehensif, harus ada yang benar-benar menghitung dampak daya beli seperti apa," tuturnya, hari ini.
Daya beli, lanjutnya, semakin merosot ketika harga kebutuhan pokok juga ikut-ikutan naik. Hal itu bahkan mengancam pemerintah kota gagal menaikkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). "Harga BBM saja belum naik, tapi harga bahan pokok keburu naik, ini makin mengancam IPM kita," tegasnya.
Khamid menjelaskan untuk menjadikan Depok sebuah kota yang maju dan sejahtera, indikatornya yakni IPM meningkat. Pemerintah kota menargetkan 2013 IPM naik menjadi 80, dari saat ini baru 79,2. "Problemnya IPM bisa dicapai kalau daya beli masyarakat meningkat, berikut pendidikan dan kesehatan masyarakat makin baik, rata-rata lama sekolah sudah 10,7, angka kematian bayi sudah menurun, daya beli itu bisa terancam ketika kebijakan BBM ini tidak komprehensif," tegasnya.
Program Pendataan Lindungan Sosial (PPLS) BPS 2008 menyebutkan jumlah penduduk sangat miskin di Depok mencapai 7.257 orang atau 0,48 persen dari total jumlah penduduk Depok, sedangkan jumlah penduduk miskin mencapai 49.253 jiwa.
Jumlah warga disebut hampir miskin itu adalah warga yang pendapatannya lebih 20 persen dari pendapatan warga miskin dan sangat miskin.
Sementara itu, BEM UI dalam orasinya mengatakan bahwa kenaikan BBM akan membuat angka putus sekolah semakin tinggi. "Kami khawatir, kenaikan harga BBM ini beban ekonomi masyarakat makin banyak. Lalu menyebabkan bertambahnya jumlah anak putus sekolah serta balita mengalami gizi buruk di kalangan masyarakat kecil. Sedangkan BLSM tidak cukup untuk menutupi efek kenaikan BBM," ungkap Ketua BEM UI, Faldo, hari ini.
Karena itu, BEM UI menyarankan adanya realokasi anggaran dari pos-pos lain yang kurang penting agar dialihkan ke subsidi BBM. "Misalnya, dengan meminimalisir belanja birokrasi. Karena berdasarkan data tahun 2005, belanja birokrasi berkisar pada Rp 123,6 triliun, namun tahun 2012 meningkat hingga Rp 733 triliun. Sedangkan subsidi BBM sendiri pada tahun ini hanya berkisar pada angka Rp 123 triliun," papar Faldo. | AT | WP |
Posting Komentar