Biaya Produksi Minyak Membengkak, Produksi Minyak Nasional Merosot

Jakarta | Acehtraffic.com- Biaya penggantian produksi minyak dan gas bumi cost recovery dari tahun ke tahun terus membengkak. Sebaliknya, lonjakan biaya ini tak sebanding dengan produksi minyak nasional. Setiap tahun produksi minyak terus merosot.

Tahun ini, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) mengusulkan cost recovery dalam anggaran perubahan sebesar US$ 15,16 miliar atau Rp 136,4 triliun. Angka ini sekitar 48,7 persen dari target penerimaan minyak dan gas bumi 2012 sebesar Rp 265,94 triliun,

Menurut Kepala BP Migas, R. Prioyono, usulan kenaikan tersebut lebih tinggi dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012. 

“Hitungan cost recovery dalam revisi APBN Perubahan disesuaikan dengan asumsi penerimaan negara,” kata Priyono dalam rapat kerja dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 13 Maret 2012.

Dalam anggaran perubahan, pemerintah menurunkan target lifting minyak dari 950 ribu barel menjadi 930 ribu barel per hari dengan asumsi harga minyak US$ 105 per barel. Target penerimaan menjadi US$ 32,14 miliar.

Priyono mengatakan, usulan kenaikan cost recovery ini hasil rembukan bersama antara kontraktor dan BP Migas. Kenaikan harga minyak, kata dia, tidak dapat ditangkis sebagai salah satu sebab naiknya biaya produksi.

Salah satu kegiatan produksi yang menyumbang tambahan biaya besar adalah kegiatan di lapangan Duri, Riau. Lonjakan ini akibat kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP). "Dari semula US$ 1,01 miliar menjadi US$ 1,2 miliar karena naiknya ICP," kata Priyono.

Dia berjanji pengeluaran uang negara untuk mengganti biaya produksi ini akan terus dipantau."Jangan sampai lebih dari 25 persen dari total hasil produksinya." Apabila biaya produksi lebih dari batas yang diberikan pemerintah, maka sisanya akan dibebankan di anggaran tahun depan.
Meski terus membengkak setiap tahun, Priyono berkelit, biaya produksi di Indonesia masih lebih kecil dibanding negara-negara lain.

Anggota Komisi Energi, Satya W Yudha meminta pemerintah menekan cost recovery. "Harus lebih diperketat mengingat sudah banyak beban anggaran untuk subsidi," ujarnya. Dia meminta, BP Migas memberikan penjelasan rinci dari para kontraktor mengenai pembengkakan cost recovery>.

Cost recovery, kata Satya, sebenarnya bisa ditekan apabila pemerintah menyusun prioritas biaya penggantian berdasarkan kebutuhan peningkatan produksi minyak tahun ini. "Jadi diutamakan yang penting dulu, sementara untuk penggantian investasi jangka panjang bisa ditunda atau dibebankan di tahun depan."

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menaikkan target penerimaan minyak dan gas bumi pada pembahasan anggaran perubahan. "total pada RAPBN-P menjadi Rp 265,94 triliun," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Evita Herawati Legowo.

Target tersebut lebih tinggi dibandingkan target penerimaan dalam APBN 2012 sebesar Rp 231,11 triliun. Namun masih lebih kecil ketimbang realisasi penerimaan minyak dan gas tahun lalu sebesar Rp 278,39 triliun.

Penerimaan ini terdiri dari; pajak penghasilan (PPh) untuk minyak bumi sebesar Rp 27,16 triliun, PPh gas bumi sebesar Rp 37,43 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari minyak bumi sebanyak Rp 149,90 triliun, PNBP gas bumi Rp 39,71 triliun dan PNBP lainnya sebesar Rp 11,74 triliun.

Kenaikan target ini, kata Evita, karena asumsi harga minyak dinaikkan dari US$ 90 per barel menjadi US$ 105 per barel. Sampai bulan ini realisasi penerimaan minyak dan gas sebesar US$ 9,4 miliar atau naik 25 persen dari target US$ 7,5 miliar.| Tempo.co
Share this post :

Posting Komentar

 
>> Copyright © 2012. AchehPress - Informasi dan media - All Rights Reserved
Template Created by Author Published by Blogger
Powered by Google