Parah... Bupati Jual Panti Asuhan Budi Luhur Takengon, Yatim Piatu Ditelantarkan



Takengon | Acehtraffic.com – Nasi belum menjadi bubur, masih ada harapan agar Bank Aceh membatalkan niatnya untuk membangun lokasi pekantoran mereka di tanah wakaf Panti Asuhan Budi Luhur Takengon. Demikian kiasan harapan dilontarkan anak-anak yang tinggal di Panti Asuhan kepada Rakyat Aceh, Selasa 20 Maret 2012 di “sisa” lahan dan gedung yang mereka tempati.

“Kalau bisa kami berharap, tidak jadi dijual bang. Jangan rampas hak kami untuk mendapatkan kehidupan dan aktifitas yang layak,” harap Sabardi [16], salah seorang anak yang telah beberapa tahun menjadi penghuni di Panti Asuhan Budi Luhur Takengon.

Dengan tatapan nanar, Sabardi didampingi anak-anak lainnya juga mengeluhkan, akibat sebagian tanah wakaf dijual Pemkab setempat, mereka tak lagi bisa bermain dan berolah raga bola kaki.“Selain kehilangan tempat bermain bola kaki, udara disini kalau siang jadi gerah dan panas karena pohon-pohon besar telah ditebang,” ucap siswa kelas III MTsN asal Kampung Pantan Reduk Kabupaten Gayo Lues ini. 

“Dulu kalau siang kami sering berteduh dipohon-pohon besar itu sambil belajar dan bermain,” kata Sabardi seraya menunjuk ke pohon-pohon yang telah rebah dan bekas bangunan-bangunan yang telah puing dan rata dengan tanah.

Lahan Menjadi Polemik
Polemik penjualan atau penyerahan Panti Asuhan ini kepada Bank Aceh, telah terjadi sejak awal tahun 2008. Sejak awal, telah banyak pihak yang tidak menyetujui keputusan Pemkab Aceh Tengah yang disetujui oleh DPRK setempat. Dari keterangan berbagai sumber, pembahasan mengenai lahan Budi Luhur ini bergulir di Legislatif dengan pihak Eksekutif saat pembahasan Anggaran Belanja Tambahan di DPRK Aceh Tengah.

Mencuatnya kasus Budi Luhur ini karena bahasa “penjualan” panti, kalau dijual berarti harus ditender dan dikenakan pajak, namun sampai saat ini belum ada kejelasan dana pengalihannya. Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKD) Kabupaten Aceh Tengah, Arslan Abdul Wahab, kepada Wartawan, sempat mengkoreksi bahasa yang disebut “penjualan” menjadi “pengalihan”. 

“Panti Asuhan Budi Luhur bukan dijual tapi dialihkan, apabila dijual berarti ada kepemilikan dan akan dikenakan pajak,” kata Arslan saat itu.

Keterangan lainnya dari sejumlah pejabat teras Aceh Tengah, juga mengatakan untuk membina anak yatim Panti Asuhan Budi Luhur telah dibangun 10 unit gedung yang sangat bagus.

Dari sejumlah data dihimpun, Pemda setempat dengan surat nomor 593/284/2008 tanggal 13 Pebruari 2008 menyetujui penyerahan aset Panti ke pihak Bank Aceh Aceh dengan persetujuan dari DPRK Aceh Tengah, melalui surat nomor 593/104/DPRK, tentang persetujuan pemanfaatan lokasi Panti Asuhan Budi Luhur untuk Pembangunan Kantor Bank Aceh Cabang Takengon. 

Sementara, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tengah, Tgk. H. M. Ali Djadun, saat menanggapi polemik ini kepada wartawan mengatakan, Panti Asuhan Budi Luhur didirikan sejak tahun 1948 itu merupakan hasil pengumpulan zakat masyarakat Kejurun Bukit.

Dari pengumpulan zakat dibeli sepetak tanah di Kampung Paya Ilang, Kemili, Kecamatan Bebesen yang menjadi lokasi Panti Asuhan Budi Luhur. Selain itu, juga dibeli sepetak tanah di Kampung Dedalu Kecamatan Lut Tawar dan sekarang telah menjadi lokasi Kantor Camat dan Mapolsek Lut Tawar. 

Namun, Ali Jadun juga mengungkapkan tanah itu bukan milik anak yatim. “Tanah itu bukan tanah milik anak yatim, tetapi tanah yang dibeli dengan pengumpulan zakat masyarakat Kejurun Bukit, dan bukan tanah wakaf,“ ujar Ali Djadun.

Menurutnya, tanah Baitul Mal itu dapat digunakan untuk kepentingan umat Islam dan yang dilakukan sekarang ini adalah untuk kepentingan masyarakat dan daerah. | AT | RA | Foto: IS |
Share this post :

Posting Komentar

 
>> Copyright © 2012. AchehPress - Informasi dan media - All Rights Reserved
Template Created by Author Published by Blogger
Powered by Google