Yerussalem | Acehtraffic.com - Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak mengatakan, Israel dan Amerika Serikat (AS) tidak mencapai sebuah kesepakatan terkait pemberian batas waktu tertentu bagi Iran untuk menghentikan program nuklirnya.
"AS memiliki lebih banyak waktu untuk merencanakan serangan ke Iran karena kemampuan militer mereka yang jauh lebih unggul. Pertimbangan AS sebagai sebuah negara berkekuatan besar berbeda dengan Israel yang merasakan ancaman langsung atas program nuklir Iran," ujar Ehud Barak seperti dikutip Associated Press, hari ini.
Ehud Barak sendiri telah memperingatkan bahwa Iran tengah berusaha membangun sistem pertahanan nuklirnya sebelum mengambil keputusan untuk memproduksi senjata nuklir dan serangan militer dilakukan ke negara itu. "Israel tidak mampu menunggu, namun sanksi dan negosiasi masih dapat dilakukan dalam beberapa bulan ke depan. Sangat penting untuk menyerang Iran pada 2012 ini," tambahnya.
Pernyataan Menhan Israel ini bertolak belakang dengan sikap yang ditegaskan sekutunya, AS yang menginginkan agar persoalan program nuklir Iran dapat diselesaikan melalui upaya negosiasi dan diplomasi.
Tidak hanya AS, sejumlah pihak seperti Inggris dan Rusia pun berulang kali telah memperingatkan Israel bahwa serangan militer ke Iran akan mengguncang stabilitas kawasan dan menimbulkan perang yang sulit dikendalikan. Namun sejauh ini Israel bersikeras bahwa serangan militer adalah satu-satunya upaya yang dapat dilakukan untuk menghentikan program nuklir Negeri Persia itu.
Menanggapi ancaman Israel ini, mantan Kepala Badan Atom Internasional (IAEA) Mohamed ElBaradei mengatakan, serangan Israel ke fasilitas nuklir Iran bukannya menguntungkan bagi Israel melainkan justru semakin memicu Iran untuk menciptakan senjata nuklir. "Anda bisa mengebom fasilitas mereka, namun Anda tidak bisa mengebom pengetahuan mereka. Jika Anda mengebom fasilitas nuklir Iran, maka itu merupakan sebuah pelajaran bagi Iran untuk membangun senjata nuklir," ujarnya, di Hong Kong, seperti dikutip Trend, hari ini.
ElBaradei yang juga peraih Nobel Perdamaian pada 2005 menegaskan, bahwa untuk menciptakan stabilitas kawasan serta menangani berbagai konflik yang terjadi di Afghanistan, Irak dan Lebanon, Barat membutuhkan bantuan Iran dan begitu juga sebaliknya. "Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Saat ini mereka tengah menunggu siapa yang akan lebih dulu berinisiatif memulai pembicaraan dan itu belum terjadi," ujarnya.
Program nuklir Iran sendiri nantinya akan dibahas dalam pertemuan Iran dengan negara-negara berkekuatan besar di dunia P5+1. Hal ini merupakan bagian dari upaya kedua pihak yang mencoba untuk mengedepankan jalur diplomasi guna menghindari terjadinya serangan militer ke Iran.
Sementara itu, dari tanah air, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berharap agar tidak terjadi perang antara Amerika Serikat (AS) dan Iran. Seiring dengan munculnya ancaman serangan ke Iran, ancaman penutupan Selat Hormuz juga kian dilontarkan. "Jangan sampai terjadi konflik atau perang terbuka dan insiden Selat Hormuz ditutup," katanya.
SBY menambahkan, saat ini harga minyak sudah mulai meroket. Naiknya harga minyak hanya akan menyulitkan negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia. "Saya harap Iran, AS, dan Uni Eropa tidak melakukan sesuatu yang dampaknya kemana-mana," tukasnya.
Pada Maret ini, AS berniat untuk menandatangani perpanjangan sanksi terhadap Iran yang sudah diberlakukan pada 1995 silam. Menurut Presiden Barack Obama, Iran sudah menimbulkan ancaman yang luar biasa terhadap keamanan nasional, kebijakan luar negeri, dan ekonomi AS.
Perpanjangan sanksi itu disebut sebagai salah satu upaya Washington untuk menekan Iran agar menghentikan program nuklirnya. Hingga saat ini, AS pun yakin tekanan ekonomi yang tepat untuk memperlemah Iran. | AT | WP |
Posting Komentar